Drakor; Drama Anarko Ala Pak Polisi

Lagi-lagi kita bisa menyaksikan berita yang menghibur di tengah pandemi. Bosen juga sebenernya nonton drakornya Lee seon Hyuk tiap hari. Untungnya pak polisi dengan motonya melayani dan melindungi masyarakat bikin solusi ini. Ya lumayan lah sore hari tanggal 15 april 2020 kita dikejutkan oleh berita penangkapan ketua anarko. Wow amazing spectaculaaar bombastis, kenapa? Karena selama ini ketua anarko sudah dibekuk pak polisi. Kami ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada jajaran keamanan Negara ini. Ehh tapi tunggu dulu sayang, ada yang aneh loh.

Sebelum tahu ada berita penangkapan ketua anarko, jagat di hebohkan oleh cuitan dari bang bhaga dengan isi; (((ketua Anarko))) dilampirkan juga tangkapan gambar sesosok pria dengan tattoo hurup A segede gaban di kanalnya I-news. Pada gambar tersebut tertulis juga nama dari sang ketua yaitu Pius. Sontak penasaran pun menghampiri. Langsung aja sedot ke tkp asal muasal video itu.

Di wassap grup ternyata udah banyak yang forward. Video berdurasi 1:29 itu berisi pius sebageei ketua anarko sindikalis Indonesia raya. Doi ngejelasin kalo punya beberapa anggota. Ada A1,A2,A3,A4 dengan beberapa tugasnya. Ku kira ini jenis ukuran kertas doing yang punya ginian, eh ternyata dipake sama anarko juga hehe. Kuu terkaget abis nonton tu video, wah wah wah pasti baqunin nangis liat ini. Gimana engga, paham yang anti hirarkis kini terpecahkan oleh ditangkap ketuanya. Ini pasti prestasi buat Indonesia, pertama dalam sejarah per-anarkian duniawi. Tepuk tangan buat pak polisi yang sudah kerja keras, cihuy.

Tapi, beberapa orang tertawa mengetahui ini. Sebab menurut bukunya alexander berkman dalam ABC Anarkisme disebutkan kalo anarkisme itu adalah faham yang mengajarkan bahwa kita dapat hidup di dalam sebuah masyarakat di mana tidak ada pemaksaan macam apapun juga. Sebuah kehidupan tanpa pemaksaan sudah tentu kebebasan sebuah kesempatan untuk memilih hidup yang anda anggap paling baik. Nahloh dah jelas kan kalo ketua itu sebuah system dari apa yang dinamakan hirarki, lah wong hirarki aja ditolak sama faham ini, lantas gimana bisa itu ada ketua? Piye to.

Yang makin bingung ini adalah ketika ada perbedaan steatmen dari pak polisi ini. Kita sangat kaget sekaget-kagetnya ketika ketua anarko ditangkap dan membeberkan agenda tatanan dunia baru tanpa pemerintak melalui siaran video berdurasi 1 menit 29 detik itu. Tapi ada yang lebih lucu, melalui siaran wawancara di kompas tv. Kombes Adi Saputra selaku Kabagpenum POLRI menjelasken bahwa karakter dari kelompok ini khas katanya. Mereka tidak terstruktur,artinya mereka tidak mempunyai pimpinan ataupun ketua yang jelas. Bertolak belakang banget yakan dengan prestasi yang sudah dicapai bapak-bapak polisi saat ini.

Melihat dari karakteristik pa ketua anarko yang gagap pada saat direkaman video juga melebihi kapasitas actor pemenang piala Oscar. Lah wong anak anarko ko suruh baca skrip? Yang aku heran, bapak polisi ini dapet casting dari mana ya? Bisa aja dapet aktornya L. Trailer nya udah oke sih, sekelas film keluaran marvel. Karakter yang lainnya masih di keep agar plot ga bocor ke penonton. Abis yang baru dikenalin Cuma si A1. Padahal disebutkan bahwa dia ga kerja sendirian. Ada A2 si johan sebagai si pencari dana, A3 Andreas Sagala koordinator lapangan, dan A4 siamanaloho sebagai pemberi doktrin.

Jadi inget beberapa kutipan dari bukunya Mati Ketawa Cara daripada Soeharto terbitan Pustaka GoRo-GoRo 1998 dengan judul Tes Kelinci. Yang mana isinya kek gini:

Kepolisian, ABRI, dan Badan Intelegen BIA saling menyombongkan bahwa merekalah yang terbaik dalam menangkap penjarah yang sedang marak sekarang. Soeharto merasa perlu untuk melakukan tes terhadap ini.

Soeharto melepas seekor kelinci kedalam hutan dan ketiga kelompok pengikut tes diatas mencoba menangkapnya.

BIA masuk ke hutan. Mereka menempatkan informan-informan di setiap pelosok hutan itu.mereka menanyai setiap pohon, rumput, semak, dan binatang di hutan. Tidak ada pelosok hutan yang lolos interograsi. Setelah tiga bulan penyelidikan hutan secara menyeluruh akhirnya BIA mengambil kesimpulan bahwa kelinci tersebut tidak pernah ada.

ABRI masuk ke hutan. Setelah dua minggu kerja tanpa hasil, mereka akhirnya membakar hutan sehingga setiap makhluk hidup didalamnya terpanggang tanpa ada kekecualian. Akhirnya kelinci tersebut tertangkap juga hitam legam. Mati… tentu saja.

Kepolisian masuk hutan. Dua jam kemudian, mereka keluar dari hutan sambil membawa seekor tikus putih yang telah hancur-hancuran badannya dipukuli. Tikus putih itu berteriak : “ya..ya..ya saya mengaku! Saya kelinci! Saya kelinci!.

Akhir kata selamat atas prestasi bapak-bapak kepolisian. Cuma mau ngingetin sama bapak-bapak polisi, anarko punya slogan “kami ada dan berlipat ganda”. Ya mungkin kalo ketuanya udah ketangkep kali aja nanti muncul ketua ketua baru cabang mojokerto. Semoga dapet Oscar ya pak! Bisa ngalahin film parasite.

Buntut Penulisan Opini Omnibuslaw, Jurnalis Pers Mahasiswa Dipukul Kader HMI.

Jagat maya dihebohkan kasus pemukulan terhadap Jurnalis pers mahasiswa LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI Jakarta (UNINDRA) oleh kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat UNINDRA (22/03/2020).

Pemukulan itu diduga buntut dari tulisan opini yang diterbitkan oleh laman lpmprogress.com. Opini yang bertajuk “Sesat Berfikir Kanda HMI Dalam Menyikapi Omnibuslaw” ditulis oleh Achmad Rizki Muazam (21/03/2020).

Kejadian pemukulan bermula ketika Rizki bersama rekan LPM Progress lainnya mengadakan pertemuan dengan pihak HMI Komisariat UNINDRA. pertemuan itu diadakan untuk membahas opini yang dipermasalahkan. Dengan diwakili oleh Kevin, Abdul Ramadi alias Remon, dan Ridwan Gusung selaku perwakilan dari HMI Komisariat UNINDRA di warung jempol sekitar pukul 19.05 minggu malam (22/03/2020).

“Kondisi mulai memanas ketika kita sedang berdiskusi dengan pihak HMI, mereka tidak terima atas tulisan yang diterbitkan”, ujar rizki ketuka dikutip dari tirto.id (23/03/2020).

Dikutip dari rilis pers kronologi yang diterbitkan oleh LPM Progress, ketika sedang berdiskusi tiba-tiba datang sejumlah orang menghampiri. Salah satu anggota HMI Komisariat UNINDRA mengancam dengan sebilah parang.

Suasana memanas sekitar pukul 19.20. Riski kena bogem mentah di sekitar wajah dan tepat pada bagian telinga dari arah belakang. Ini mengakibatkan pendarahan dan sobek di area bibir rizki.

“Teman yang berusaha melindungi saya pun kena pukulan dari beberapa orang tak dikenal secara membabi buta”, tuturnya.

Tak sempat mengambil barang-barang, Rizki beserta kawan-kawannya pergi menyelamatkan diri. Namun tidak sampai disitu, mereka (anggota HMI-Red) tetap mengejar.

“Salah satu dari mereka mengejar dengan motor dan memberhentikan saya, sambil mengancam akan membunuh saya”, jelasnya.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi terkait dari pihak HMI Komisariat UNINDRA. Wartakini.co mencoba menghubungi anggota dari HMI Komisariat UNINDRA, namun tidak ada balasan.

Seperti dikutip dari tirto.id, sempat ada penolakan klarifikasi terkait dari pihak HMI Komisariat UNINDRA dikarenakan sambungan lewat telepon.

“Kurang etis aja klarifikasi lewat telepon, saya tidak bisa buat klarifikasi lewat telepon”, ujar Remon salah satu pihak HMI Komisariat UNINDRA.

Padahal mewawancarai narasumber lewat hubungan telepon maupun hanya pesan singkat, diperbolehkan dalam kerja-kerja jurnalistik guna mendapatkan informasi jelas. (RH***)

 

Artikel ini telah terbit di wartakini.co

Pranalalink: https://www.wartakini.co/2020/03/buntut-penulisan-opini-omnibuslaw-jurnalis-pers-mahasiswa-dipukul-kader-hmi/

Kaukus Penyelamat Demokrasi Gelar Aksi Lewat Bandung Menggugat

 

Suasana di pelataran jalan Sultan Tirtayasa dipenuhi oleh kendaraan bermotor. Suhu 23° tidak melunturkan antusiasme massa untuk menghabiskan waktu digelaran Bandung Menggugat. Dilaksanakan di kaka café, acara ini dimulai sejak pukul 18.30 WIB (06/10/2019).

Acara yang diinisiasi oleh Kaukus Penyelamat Demokrasi Bandung. Terdiri dari beberapa aliansi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum Bandung (LBHBDG), Wahana Lingkungan Hidup jawabarat (Walhi jabar), Perkumpulan Inisiatif KPRI, KPA Jabar, Agra Jabar, PSDK, FK31, Rumah Cemara ini bertujuan untuk mengecam keras kegagalan negara dalam merawat demokrasi.

Dibuka oleh lantunan beberapa tembang dari grup musik Selepas Hujan. Band beraliran indie folk ini membuka suasana kaka café malam itu menjadi lebih bergema. Sayatan lirik-lirik tajam syarat kritik menjadi senjata bagi band asal majalaya ini.

Mimbar bebas menggema setelah beberapa lantunan irama dari Selepas Hujan. Estafet orasi jadi hal yang menarik malam itu. Bertemankan setengah bulan di langit, suara-suara dari masing-masing aliansi saling bersautan. Muit Pelu dari Lembaga Bantuan Hukum Bandung jadi orang pertama yang membakar semangat pada sesi mimbar bebas. Dia memaparkan bagaimana semangat anti korupsi dan juga menyinggung masalah utama yaitu kebebasan berekspresi yang kian hari kian suram.

“Kebebasan berekspresi kita akan seperti apa nanti? Bagaimana cara kita mengkritisi Presiden? Bagaimana dengan fungsi kontrol kita? Kita harus menggugat! Situasi demokrasi kita tidak sehat!” sorak pria yang akrab disapa wily ini ditengah orasinya.

Dia juga menyerukan bahwa korupsi tidak hanya sekedar nominal semata, namun ada hak rakyat yang terampas oleh praktik korupsi. “Nilai utama semangat reformasi ialah SEMANGAT PEMBERANTASAN KORUPSI yang saat ini surut. Bukan soal nominal, tapi masalah hak rakyat yang diambil…itu semua karena praktik KORUPSI!” ujarnya.

Bandung menggugat ini tidak hanya membahas Revisi Undang Undang Pemberantasan Korupsi dan RUU KUHP, namun menyinggung UU yang dianggap tidak pro terhadap rakyat. Dedi Kurniawan selaku Dewan Daerah Wahana Lingkungan Jawa Barat (Walhi Jabar) menegaskan bahwa tidak hanya RUU KPK dan RUU KUHP, RUU Minerba pun bisa menjadi ancaman terhadap rakyat. “UU Minerba banyak rencana kerja di bidang geotermal. Otomatis proses perlaihan kawasan akan sangat mudah. Yang awalnya kawasan lindung bisa menjadi kawasan pertambambangan”, Tegas Dedi.

Walhi Jabar pun sangat mendukung dengan aksi mahasiswa yang massive dilakukan akhir pekan ini. Walhi berharap agar ritme perjuangan ini bisa terjaga dan jangan sampai Undang-undang bermasalah sampai disahkan.

Panggung mimbar tidak hanya milik pria saja, suara ini berhak untuk siapa saja termasuk wanita. Orasi-orasi kaum hawa dari SEBUMI Bandung (serikat buruh-red) ini turut menyuarakan Hak-hak dan UU ketenagakerjaan yang dinilai sangat menindas kaum buruh. Banyak sekali pasal yang memberatkan kaum buruh apalagi wanita. Contohnya saja Hak atas cuti haid ataupun kehamilan sama sekali tidak pernah mereka dapatkan, padahal sangat jelas itu diatur oleh undang-undang. Selain hak atas cuti haid maupun hamil, Srikandi dari SEBUMI juga menyinggung perihal serikat pekerja. “Kami sebagai buruh dibatasi haknya untuk berserikat. Ini masalah. Hak-hak kami dikebiri. Melihat teman-teman yang turun langsung ke lapangan untuk melawan digebuki, hati kami sakit. Kita berjuang bersama, kawan-kawan!” tutupnya.

Haru biru tercermin disetiap pandangan massa yang berada di kaka café. Bagaimana tidak, selain orasi yang menyayat hati, nyanyian darah juang pun terlantun malam itu. Lirik syarat perjuangan dan pengorbanan jadi saksi semangat yang membara dalam Bandung Menggugat. Setelah lagu darah juang dikumandangkan, Dadan Ramdan dari Perkumpulan Inisiatif memberikan orasi. “Kita sama sebagai bangsa Indonesia. Malam ini Bandung Menggugat karena darurat demokrasi dan reformasi dikorupsi”, Ucapnya.

Mimbar Orasi terus bergulir. Suara demi suara menggelegar dari berbagai kalangan. Beberapa penggiat seperti Adit dari Rumah Cemara, Ressi dan Buri dari Geostrategy Study Club, dan Nursyawal dari Aliansi Jurnalis Independen Bandung pun jadi orator.

Doa bersama pun disematkan untuk para pejuang demokrasi yang gugur. Mereka berhak mendapatkan tempat setinggi-tingginya karena rela mempetaruhkan nyawa demi tegaknya demokrasi negeri.

Acara ditutup dengan beberapa bait puisi. Rima-rima perjuangan, pengabdian, dan pengorbanan jadi kunci dalam bait-bait syarat reformasi. Deru lirih bersemayam ditiap-tiap penonton yang hadir. Kita tersadar apa yang harus kita perjuangkan selama ini. Gagalnya reformasi jadi landasan api perjuangan harus tetap membara. Reformasi Dikorupsi! (RH)

Merawat Persma Bagian Pertama; Pers Mahasiswa Dan Lingkaran Yang Surut Ditelan Generasi

(Oleh: Rian Hamdani)

Sejatinya pers mahasiswa atau kerap disebut persma adalah bagian kegiatan mahasiswa yang bergerak dibidang jurnalistik. Asas dan Prinsip jurnalistik tertanam ideal ditubuh persma.
Dilihat dari sejarahnya, Persma lahir dari gerakan perlawanan. Sampai muncul dinamika terhadap persma; Gerakan mahasiswa atau Media Kampus.

Penerbitan pelajar-pelajar Indonesia di Belanda mencatat mulai menerbitkan karya jurnalisme melalui Indonesia Merdeka (1924). Menyongsong kemerdekaanpun persma berjamuran dengan segala hiruk-pikuknya (1945-1949). Sampai medio 1955an sudah ada sekitar 35 penerbitan yang dikelola oleh mahasiswa.

Gerakan perlawanan tidak surut sampai indonesia merdeka. Perjuangan berlanjut pada dekade 1959-1967. Beberapa aliansi; Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (yang lahir dari konferensi di Kaliurang, Jawa Tengah) kemudia melebur menjadi Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia pada tahun 1958. Ketika itu IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) yang menjadi biro penerangan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) aktif melebur dalam aktivitas politik melawan otoriterianisme Demokrasi Termimpin (Orde Lama/Soekarno). Karena turut serta mengkritik pemerintahaan saat itu, pers mahasiswa acapkali diidentikan dengan gerakan politik sayap kiri dan dianggap sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sampai pada masa Reformasi (1998), persma mempunyai peran penting dan salah satu elemen yang menumbangkan kekuasaan rezim Ordr Baru (Soeharto).

Babak Baru Persma Sebagai Media Perlawanan

Dilihat dari benang merah, tonggak sejarah kian luput dari keberadaan akan sanubari persma kini. Krisis Eksistensi kini dominan jadi parameter keberhasilan persma. Bagaimana tidak, bergesernya peran perlawanan jadi momok tersembunyi dibalik idealisme-nya.

Tidak banyak persma yang masih kokoh berdiri dengan jatidiri akarnya membuang aroma ketakutan, malah jadi tameng penting akan tegaknya idealis tanpa harus melacurkan pada kepentingan.

Tercatat, tidak sedikit kasus yang dialami oleh persma. Mulai dari pra-peliputan maupun paska liputan. Pada tahun 1993 LPM Arena Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta dibredel rektorat lantaran beberapa artikelnya yang menyoroti isu kampus saat itu.

Lintas waktu setelah rezim ‘piye kabare penakan zamanku to’ tumbang. Pembredelan masih eksis menghampiri persma yang menghamba pada keberanian dan kebenaran. LPM Ekspresi Universitas Negeri Yogyakarta mengalami penarikan buletin karena mengkritisi kebijakan kampus mengenai Ospek mahasiswa (2004).

Selang setahun, LPM Lentera Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga juga mengalami hal serupa. Mengangkat laporan mengenai peristiwa 1965 di Salatiga, majalah mereka harus rela ditarik rektorat dan pihak kepolisian.

Satu tahun setelahnya, kini giliran LPM Poros Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta yang kena bredel lantaran mengkritik kampusnya.

Peristiwa kekerasan terhadap persma juga terlibat ketika sedang liputan dilapangan. M Iqbal, salah satu jurnalis mahasiswa dari LPM Suaka Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung kena bogem mentah dari aparat saat meliput aksi penolakan rumah deret di Balaikota Bandung 2017 silam. Ini menjadi catatan tersendiri, bukan atau tanpa sebab menjadi suatu tantangan untuk penggiat berita ruang lingkup mahasiswa.

Persma Tim Hore

Seiring berjalannya waktu, menilik persma masa kini. Menjamurnya organisasi kemahasiswaan di ruang lingkup jurnalistik, tidak menjamin akan pola pikir itu sendiri. Faktor pola kepengurusan yang bisa dibilang singkat, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), hingga manajemen organisasi menjadikan hambatan berkembangnya Persma.

Alih-alih kejar program kerja, sebagian persma justru mempriotitaskan kegiatan yang memang bukan akarnya. Layaknya Himpunan, Organ Eksekutif, maupun organ reguler selingkar di wilayahnya.

Persma yang hanya memilih ‘jalur aman’ identik dengan kacung birokrat lembaga. Nuansa liputan kini berbalut dengan serentetan acara kepentingan kampus. Lantas apa bedanya dengan humas kampus?

Melihat dari banyak literatur dan historikal persma, tidak dapat dipungkiri gesernya paradigma dari awalmula menetas sampai sekarang. Salahkah bila generasi kini begini?

Jawabannya ada setelah kalian memahami merawat persma bagian pertama.

Rian Hamdani
Koordinator Sekjen
Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung
2018-2019
Referensi:

David T. Hill. 2011. Pers di Masa Orde Baru ; Jakarta: Buku Obor

Elyvia Inayah. 2018. Melawan Dari Dalam – Pers Mahasiswa Malang Pasca Reformasi; Yogyakarta: [I:boekoe]

Moh. Fathoni, DKK. 2012. Menapak Jejak Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia; Depok: Komodo Books

Catatan Arsip 43 Tahun LPM Arena. Edisi Revisi 2018. Merawat Ingatan, Merepresentasikan Tindakan; Yogyakarta : LPM Arena

Noam Chomsky. Cetakan Keempat 2019. Politik Kuasa Media; Sleman: Jalan Baru

David T.Hill. 2011. Jurnalisme dan Politik Di Indonesia : Buku Obor